IKHLAS BEKERJA (catatan Bapak Syariful Mahya, S.TP)
Harta, uang, pangkat, kemewahan dan sebagainya bukanlah ukuran suatu kebahagian tapi jalan untuk mendapatkan kebahagiaan. Harta, pangkat maupun kemewahan bisa dicari, dan tidak ada yang tidak mungkin asal kita mau berusaha. Tapi kebahagiaan sulit diperoleh. Hanya orang-orang yang beriman dan takwalah yang tahu arti kebahagiaan yang hakiki. Kebahagiaan yang sebenarnya adalah memperoleh kebahagiaan di akhirat tapi jalannya ada di dunia.
Kebahagiaan di dunia sifatnya hanya sementara, tapi kebahagiaan di akhirat adalah "kekal" dan "selamanya"
Wahai rekan-rekan seperjuangan jangan kamu cari harta dan kemewahan itu sampai melupakan tujuan akhir dari hidup ini. Yaitu Akhir zaman dimana pada saat itu keluarga dan orang lain tidak akan mampu membantu kita kecuali hanya amal ibadah.
Sengaja saya curahkan isi hati di sini, agar kita memiliki keikhlasan dan kerelaan dalam melaksanakan tugas dan kewajiban kita. Jangan jadikan beban segala sesuatu yang akan dikerjakan tapi mari kita nikmati dengna penuh kerelaan dan keikhlasan. Menjadi seorang guru atau pendidik adalah tugas yang begitu mulia sehingga ada istilah 'Guru adalah Pahlawan Tanpa Tanda Jasa'. Untuk apa kita peroleh begitu banyak penghargaan kalau hanya membuat kita menjadi manusia yang besar kepala dan sombong. Manusia tidak berhak sombong, karena manusia itu adalah makhluk yang lemah dan tidak ada apa-apanya di hadapan Ilahi Robbi. Biar tidak ada penghargaan tapi kita punya banyak pengahargaan di mata Tuhan. Hina di hadapan manusia belum tentu hina di hadapan Tuhan, tapi malah mungkin lebih mulia di hadapan Tuhan.
Susah di dunia belum tentu susah di akhirat, miskin di dunia belum tentu miskin di akhirat. Kuncinya mari kita ingat mati selagi kita masih hidup, mari kita pergunakan hidup dengan sebaik-baiknya sebelum tiba masanya napas berhenti. Karena apapun itu yang kita peroleh tidak akan ada yang kita bawa kecuali hanya amal ibadah. Oleh karena dalam mengemban tugas kita ke depan marilah kita isi dengan penuh keikhlasan sehingga dalam melaksanakannya penuh nilai di hadapan Tuhan.
Kasek SMKN 1 Batang Angkola selalu bilang, 'Masa Lalu adalah Kenangan, Masa kini adalah kenyataan, Masa depan adalah cita-cita dan harapan'. ungkapan yang penuh arti dan makna. Sebagai manusia yang punya pikiran dan punya hati mari kita renungkan dengan harapan ke dapan kita bisa menjadi pahlawan-pahlawan yang lebih punya arti di hadapan Tuhan, penuh keikhlasan dan kerelaan tanpa ada sedikitpun ada kebencian di dalam hati.
TEKNOLOGI dan REKAYASA - TEKNOLOGI INFORMASI dan KOMUNIKASI - BISNIS MANAJEMEN
30 Desember 2010
29 Desember 2010
Uji Kompetensi Mesin Bubut Teknik Pemesinan
Uji kompetensi Teknik Pemesinan kelas X tahun 2010
Uji Kompetensi Mesin Bor Teknik Pemesinan
Uji Kompetensi Teknik Pemesinan kelas X tahun 2010
28 Desember 2010
Kompetensi Program Keahlian Teknik Audio Video
TUJUAN PROGRAM KEAHLIAN TEKNIK AUDIO VIDEO
Tujuan Program Keahlian Teknik Audio Video adalah membekali peserta didik dengan ketrampilan, pengetahuan, dan sikap agar :
1.Peserta didik memiliki keahlian dan ketrampilan dalam program keahlian teknik audio video sehingga dapat bekerja secara mandiri atau mengisi lowongan pekerjaan yang ada di dunia usaha dan dunia industri sebagai tenaga kerja tingkat menengah;
2.Peserta didik mampu memilih karir, berkompetisi, dan mengembangkan sikap profesional dalam program keahlian teknik audio video.
RUANG LINGKUP PEKERJAAN
Ruang Lingkup pekerjaan bagi lulusan Program Keahlian Teknik Audio Video adalah jenis pekerjaan dan atau profesi yang relevan dengan kompetensi yang tertuang di dalam tabel SKKNI Bidang Elektronika Maintenance & Repair (MR) pada jenjang SMK antara lain adalah:
1.Mengoperasikan Sistem Elektronika Audio
2.Merawat Sistem Elektronika Audio
3.Menginstalasikan Sistem Elektronika Audio
4.Menerapkan Sistem Elektronika Audio
5.Melakukan Trouble Shooting Sistem Elektronika Audio
6.Mereparasi Sistem Elektronika Audio
TUJUAN
“Mencetak tamatan menjadi tenaga elektro menengah di bidang Teknik Audio Video”
DASAR KOMPETENSI KEJURUAN
· Menerapkan dasar-dasar kelistrikan
· Menerapkan dasar-dasar elektronika
· Menerapkan dasar-dasar teknik digital
· Menerapkan Keselamatan, Kesehatan Kerja (K3)
KOMPETENSI KEJURUAN (SPEKTRUM)
·Memahami sifat dasar sinyal audio
·Melakukan instalasi sound system
·Memahami prinsip pembuatan master
·Membuat rekaman audio di studio
·Memperbaiki radio penerima
·Memperbaiki compact cassete recorder
·Memperbaiki CD player
·Menjelaskan dasar-dasar sinyal video
·Memperbaiki sistem penerima televisi
·Memperbaiki alat reproduksi sinyal audio video compact cassete
·Memperbaiki alat reproduksi sinyal audio video CD
·Melakukan konversi cassette ke CD
·Melakukan install home theater
·Melakukan install video game
·Mempersiapkan pembuatan dokumentasi video
·Membuat dokumentasi video
·Melakukan install sistem audio video CCTV
·Melakukan install peralatan audio video mobil
KOMPETENSI TAMBAHAN
·Perawatan dan Perbaikan Handphone (masih rencana)
Kompetensi Program Keahlian Teknik Pemesinan
Standar kompetensi yang digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum Program Keahlian Teknik Pemesinan adalah Standar Kompetensi Kerja NasionalIndonesia (SKKNI) pada Bidang Industri Logam dan Mesin. Standar kompetensi dan level kualifikasi keahlian Teknik Pemesinan dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Memahami dasar kekuatan bahan dan komponen mesin
2. Memahami prinsip dasar kelistrikan dan konversi energi
3. Memahami proses dasar perlakuan logam
4. Memahami proses dasar teknik mesin
5. Menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
6. Menggunakan peralatan pembandingan dan/atau alat ukur dasar
7. Mengukur dengan alat ukur mekanik presisi
8. Menggunakan perkakas bertenaga/operasi digenggam
9. Menggunakan perkakas tangan
10.Menginterpretasikan sketsa
11.Melaksanakan penanganan material secara manual
12.Menggunakan mesin untuk operasi dasar
13.Membaca gambar teknik
14.Melakukan pekerjaan dengan mesin bubut
15.Melakukan pekerjaan dengan mesin frais
16.Melakukan pekerjaan dengan mesin gerinda
17.Mengeset mesin dan program mesin NC/CNC (dasar)
18.Memprogram mesin NC/CNC (dasar)
19.Menggunakan mesin bubut (kompleks)
20.Memfrais (kompleks)
21.Menggerinda pahat dan alat potong
22.Mengoperasikan mesin NC/CNC (Dasar)
23.Mengelas dengan proses las busur metal manual
24.Mengelas dengan proses las oksi-asetilen
25.Kerja Plat Dasar
26.Menggambar 2 D dengan sistem CAD
27.Menggambar 3D dengan sistem CAD
27 Desember 2010
Misi
* Misi :
1. meningkatkan profesionalisme dan akuntabilitas sekolah sebagai pusat pembudayaan
kompetensi tenaga kerja
2. melaksanakan sistem pendidikan yang memiliki watak dan kepribadian wirausaha dengan
mandiri
3. menanamkan watak disiplin, etos kerja produktif yang tinggi dan tidak menjadi beban
4. meningkatkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan maupun dunia
usaha/ industri atau sebagai tempat latihan kerja
Visi
* Visi :
Terwujudnya sekolah yang menghasilkan tenaga kerja tingkat menengah yang profesional, produktif dan mandiri sesuai dengan kebutuhan dunia usaha dan dunia industri yang dilandasi iman dan taqwa
Profil SMKN 1 Batang Angkola
SMK Negeri 1 Batang Angkola adalah Sekolah Menengah Kejuruan Negeri Unggulan pertama yang terdapat di Kabupaten Batang Angkola, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. di dirikan pada Tahun 2004 yang merupakan alih fungsi dari SMK Kecil. Sekolah ini memliliki luas 12876 m2. (http://datapokok.ditpsmk.net/detil.php?id=0703010001)
Berbagai Sarana dan Prasarana sekolah cukup memadai untuk menunjang kegiatan belajar mengajar guna tercapainya manusia yang mandiri, sukses, dan bermoral
Proses kegiatan akademik atau belajar mengajar di SMK Negeri Batang Angkola berlangsung secara dinamis. Sistem pembelajaran berlangsung selama 3 tahun dan terbagi menjadi 6 semester. Praktek Kerja Industri (Prakerin) diterapkan untuk menjembatani proses pembelajaran antara pihak sekolah dengan industri yang dilakukan selama 3-4 bulan.
Penerapan sistem kurikulum terbaru yakni Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menjadi pedoman pada proses pembelajaran. Struktur kurikulum yang terdiri dari mata pelajaran normatif, adaptif dan produktif diberikan sesuai dengan jumlah jam yang tercantum dalam kurikum sekolah. Sedangkan mata pelajaran muatan lokal dan pengembangan diri diberikan pada waktu yang telah diatur dan tidak mengganggu proses pembelajaran ketiga mata pelajaran di atas.
Pembelajaran Normatif dan Adaptif
Pelajaran normatif dan adaptif merupakan pelajaran non kejuruan yang diberikan kepada siswa sebagai penunjang kemampuan produktif. Pembelajaran normatif dan adaptif diberikan di dalam kelas oleh guru-guru yang berkompetensi di bidang normatif dan adaptif. Tiga mata pelajaran normatif adaptif yang diujiankan secara nasional (UN) yakni Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan Matematika selalu mendapatkan prioritas yang lebih guna mencapai standar yang nasional yang diharapkan. Untuk mata pelajaran normatif dan adaptif yang lainya yang diberikan di SMK Negeri 1 Batang Angkola dapat dilihat di bawah ini.
* Mata Pelajaran Kelompok Normatif
o Pendidikan Agama
o Pendidikan Kewarganegaraan
o Bahasa Indonesia
o Penjas,Olahraga dan Kesehatan
o Seni Budaya
* Mata Pelajaran Kelompok Adaptif
o Bahasa Inggris
o Matematika
o I P A
o Fisika
o Kimia
o I P S
o KKPI
o Kewirausahaan
Pembelajaran Produktif
Mata pelajaran produktif adalah pembelajaran kejuruan yang merupakan kemampuan khusus yang diberikan kepada siswa sesuai dengan program keahlian yang dipilihnya. Pembelajaran produktif diberikan di workshop masing-masing jurusan. Untuk mengefektifkan proses pembelajatan produktif, dilakukan secara sistem ganda (PSG: Pendidikan Sistem Ganda) atau disebut juga Prakerin (Praktek Kerja Industri)
Pembelajaran sistem ganda adalah proses belajar yang dilakukan antara pihak sekolah dengan dunia usaha atau industri. Dengan menggunakan pembelajaran sistem ganda diharapkan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang ada di lingkungan dunia usaha/industri dan menerapkanya pada proses belajar mengajar di sekolah.
Fasilitas
Guna menunjang Pendidikan dan Pelatihan, SMK NEGERI 1 Batang Angkola mempunyai beberapa fasilitas antara lain :
* Musholla (proses pembangunan)
* 1 Laboratorium Komputer
* 1 Workshop Teknik Audio Video
* 1 Workshop Teknik Kendaraan Ringan
* 1 Workshop Teknik Pemesinan
* Perpustakaan mini
* Sarana olahraga (bola voli, tenis meja, sepak bola )
* Ruang OSIS
* Koperasi
* Kantin
* Taman
* Tempat parkir
* Free Hotspot Wi-Fi area
* LAN (Local Area Network)
Kepala Sekolah
* Adanan Harahap, S.Pd
* Bidang Studi Keahlian Yang Diselenggarakan: Teknologi dan Rekayasa
Program Studi Keahlian dan Kompetensi Keahlian yang Diselenggarakan
1. Program Studi Keahlian: Teknik Mekanik Otomotif
Kompetensi Keahlian : Teknik Kenderaan Ringan
2. Program Studi Keahlian: Teknik Elektronika
Kompetensi keahlian : Teknik Audio Vidio
3. Program Studi Keahlian: Teknik Pemesinan
Kompetensi keahlian : Teknik Pemesinan
Prakerin (Praktek Kerja Industri) Kelas XI
Prakerin adalah kegiatan magang di industri dalam waktu tertentu untuk memperoleh dan menerapkan konsep pembelajaran yang diterima di sekolah dan membandingkanya dengan yang ada di dunia usaha dan dunia industri. Kegiatan prakerin dilakukan selama kurang lebih 4 bulan pada institusi, perusahaan atau bengkel yang kompoten yang ditentukan oleh sekolah. Selama kegiatan prakerin siswa akan terus dimonitor oleh guru pembimbing yang datang sewaktu-waktu dan pada akhir kegiatan prakerin siswa diharuskan membuat laporan kegiatan prakerin.
Waktu pelaksanaan Prakerin adalah mulai 24 Desember 2010 s.d. 30 April 2011.
Siswa/i yang berangkat prakerin berasal dari berrbagai program keahlian seperti Teknik Audio Video, Teknik Pemesinan dan Teknik Kendaraan Ringan khusus kelas XI yang tersebar mulai dari wilayah batang angkola sendiri, Padangsidimpuan, Panyabungan (Madina), Medan, Batam dan kota-kota lainnya.
Diharapkan kepada siswa/i agar menjaga nama baik sekolah dengan menjaga perilaku dan menaati peraturan yang berlaku di DUDI.
21 Desember 2010
Hasil diklat RSBI di Parapat, Kab Simalungun
Materi yang di dapat dari diklat Pembinaan dan pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan bertaraf internasional Sumatera Utara tanggal 19 s.d. 22 Desember 2010
1. Kebijakan Pendidikan terhadap Pendidik dan tenaga kependidikan SBI
2. Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan Berwawasan Global
3. Pengoptimalan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Pembelajaran dan Administrasi bagi RSBI
4. Evaluasi Diri Sekolah (EDS)
5. Implementasi Standar Isi, Standar proses dan standar Penilaian RSBI
6. Revolusi Pembelajaran (Learning Revolution)
7. Strategi Penyelenggaraan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI)
Materi lengkap setiap materi tersebut telah dibungkus rar dalam bentuk PDF yang akan di unggah dalam waktu dekat atau hubungi Bapak Faisal Rangkuti, ST
1. Kebijakan Pendidikan terhadap Pendidik dan tenaga kependidikan SBI
2. Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan Berwawasan Global
3. Pengoptimalan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Pembelajaran dan Administrasi bagi RSBI
4. Evaluasi Diri Sekolah (EDS)
5. Implementasi Standar Isi, Standar proses dan standar Penilaian RSBI
6. Revolusi Pembelajaran (Learning Revolution)
7. Strategi Penyelenggaraan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI)
Materi lengkap setiap materi tersebut telah dibungkus rar dalam bentuk PDF yang akan di unggah dalam waktu dekat atau hubungi Bapak Faisal Rangkuti, ST
20 Desember 2010
Menyambut Hari Ibu, 22 Desember
PUISI
Judul : IBU
Karya : RESKI ULPIYA (Ketua OSIS)
Ibu
saat kulihat wajahmu
Ketika berada di dekatmu
Hatiku seakan menangis pilu
Melihat pengorbananmu padaku
Ibu
kurusnya badanmu sekarang
Seakan hanya kulit pembalut tulang
Dan wajahmu yang semakin keriput
Karena usiamu yang sudah lanjut
Ibu
sekarang kau sudah tua
Tubuhmu semakin tak berdaya
Melangkahpun kau tak kuat
Kini apapun tak mampu kau perbuat
Ibu
aku ingin di hari tuamu ini
Hanya membahagiakan dirimu
Maaf bila selama ini
Aku tak memperdulikanmu
Ibu
oh ibuku
Ini puisi dari anakmu
Yang pernah melupakanmu
Akan kasih sayangmu untukku
Pendekatan Pembelajaran di Abad 21 ( Abad Industri dan Pengetahuan )
Pendekatan Pembelajaran di Abad 21 ( Abad Industri dan Pengetahuan ) Inti sari Diklat RSBI di Parapat, Kab Simalungun
Kita telah memasuki abad 21 yang dikenal dengan abad pengetahuan. Para peramal masa depan (futurist) mengatakan sebagai abad pengetahuan karena pengetahuan akan menjadi landasan utama segala aspek kehidupan (Trilling dan Hood, 1999). Abad pengetahuan merupakan suatu era dengan tuntutan yang lebih rumit dan menantang.
Suatu era dengan spesifikasi tertentu yang sangat besar pengaruhnya terhadap dunia pendidikan dan lapangan kerja. Perubahan-perubahan yang terjadi selain karena perkembangan teknologi yang sangat pesat, juga diakibatkan oleh perkembangan yang luar biasa dalam ilmu pengetahuan, psikologi, dan transformasi nilai-nilai budaya. Dampaknya adalah perubahan cara pandang manusia terhadap manusia, cara pandang terhadap pendidikan, perubahan peran orang tua/guru/dosen, serta perubahan pola hubungan antar mereka.
Pendekatan Pembelajaran di Abad 21 ( Abad Industri dan Pengetahuan ) Inti sari Diklat RSBI di Parapat, Kab Simalungun
Kita telah memasuki abad 21 yang dikenal dengan abad pengetahuan. Para peramal masa depan (futurist) mengatakan sebagai abad pengetahuan karena pengetahuan akan menjadi landasan utama segala aspek kehidupan (Trilling dan Hood, 1999). Abad pengetahuan merupakan suatu era dengan tuntutan yang lebih rumit dan menantang. Suatu era dengan spesifikasi tertentu yang sangat besar pengaruhnya terhadap dunia pendidikan dan lapangan kerja. Perubahan-perubahan yang terjadi selain karena perkembangan teknologi yang sangat pesat, juga diakibatkan oleh perkembangan yang luar biasa dalam ilmu pengetahuan, psikologi, dan transformasi nilai-nilai budaya. Dampaknya adalah perubahan cara pandang manusia terhadap manusia, cara pandang terhadap pendidikan, perubahan peran orang tua/guru/dosen, serta perubahan pola hubungan antar mereka.
Trilling dan Hood (1999) mengemukakan bahwa perhatian utama pendidikan di abad 21 adalah untuk mempersiapkan hidup dan kerja bagi masyarakat.Tibalah saatnya menoleh sejenak ke arah pandangan dengan sudut yang luas mengenai peran-peran utama yang akan semakin dimainkan oleh pembelajaran dan pendidikan dalam masyarakat yang berbasis pengetahuan.
Kemerosotan pendidikan kita sudah terasakan selama bertahun-tahun, untuk kesekian kalinya kurikulum dituding sebagai penyebabnya. Hal ini tercermin dengan adanya upaya mengubah kurikulum mulai kurikulum 1975 diganti dengan kurikulum 1984, kemudian diganti lagi dengan kurikulum 1994. Nasanius (1998) mengungkapkan bahwa kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan keengganan belajar siswa. Profesionalisme sebagai penunjang kelancaran guru dalam melaksanakan tugasnya, sangat dipengaruhi oleh dua faktor besar yaitu faktor internal yang meliputi minat dan bakat dan faktor eksternal yaitu berkaitan dengan lingkungan sekitar, sarana prasarana, serta berbagai latihan yang dilakukan guru.(Sumargi, 1996) Profesionalisme guru dan tenaga kependidikan masih belum memadai utamanya dalam hal bidang keilmuannya. Misalnya guru Biologi dapat mengajar Kimia atau Fisika. Ataupun guru IPS dapat mengajar Bahasa Indonesia. Memang jumlah tenaga pendidik secara kuantitatif sudah cukup banyak, tetapi mutu dan profesionalisme belum sesuai dengan harapan. Banyak diantaranya yang tidak berkualitas dan menyampaikan materi yang keliru sehingga mereka tidak atau kurang mampu menyajikan dan menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar berkualitas (Dahrin, 2000).
Banyak faktor yang menyebabkan kurang profesionalismenya seorang guru, sehingga pemerintah berupaya agar guru yang tampil di abad pengetahuan adalah guru yang benar-benar profesional yang mampu mengantisipasi tantangan-tantangan dalam dunia pendidikan.
Pendidikan di Abad Pengetahuan
Para ahli mengatakan bahwa abad 21 merupakan abad pengetahuan karena pengetahuan menjadi landasan utama segala aspek kehidupan. Menurut Naisbit (1995) ada 10 kecenderungan besar yang akan terjadi pada pendidikan di abad 21 yaitu;
(1) dari masyarakat industri ke masyarakat informasi,(2) dari teknologi yang dipaksakan ke teknologi tinggi, (3) dari ekonomi nasional ke ekonomi dunia, (4) dari perencanaan jangka pendek ke perencanaan jangka panjang, (5) dari sentralisasi ke desentralisasi, (6) dari bantuan institusional ke bantuan diri, (7) dari demokrasi perwakilan ke demokrasi partisipatoris, (8) dari hierarki-hierarki ke penjaringan,
(9) dari utara ke selatan, dan(10) dari atau/atau ke pilihan majemuk.
Berbagai implikasi kecenderungan di atas berdampak terhadap dunia pendidikan yang meliputi aspek kurikulum, manajemen pendidikan, tenaga kependidikan, strategi dan metode pendidikan. Selanjutnya Naisbitt (1995) mengemukakan ada 8 kecenderungan besar di Asia yang ikut mempengaruhi dunia yaitu; (1) dari negara bangsa ke jaringan,
(2) dari tuntutan eksport ke tuntutan konsumen, (3) dari pengaruh Barat ke cara Asia,
(4) dari kontol pemerintah ke tuntutan pasar, (5) dari desa ke metropolitan, (6) dari padat karya ke teknologi canggih, (7) dari dominasi kaum pria ke munculnya kaum wanita, (8) dari Barat ke Timur.
Kedelapan kecenderungan itu akan mempengaruhi tata nilai dalam berbagai aspek, pola dan gaya hidup masyarakat baik di desa maupun di kota. Pada gilirannya semua itu akan mempengaruhi pola-pola pendidikan yang lebih disukai dengan tuntutan kecenderungan tersebut. Dalam hubungan dengan ini pendidikan ditantang untuk mampu menyiapkan sumber daya manusia yang mampu menghadapi tantangan kecenderungan itu tanpa kehilangan nilai-nilai kepribadian dan budaya bangsanya.
Dengan memperhatikan pendapat Naisbitt di atas, Surya (1998) mengungkapkan bahwa pendidikan di Indonesia di abad 21 mempunyai karakteristik sebagai berikut:
(1) Pendidikan nasional mempunyai tiga fungsi dasar yaitu; (a) untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, (b) untuk mempersiapkan tenaga kerja terampil dan ahli yang diperlukan dalam proses industrialisasi, (c) membina dan mengembangkan penguasaan berbagai cabang keahlian ilmu pengetahuan dan teknologi;
(2) Sebagai negara kepulauan yang berbeda-beda suku, agama dan bahasa, pendidikan tidak hanya sebagai proses transfer pengetahuan saja, akan tetapi mempunyai fungsi pelestarian kehidupan bangsa dalam suasana persatuan dan kesatuan nasional;
(3) Dengan makin meningkatnya hasil pembangunan, mobilitas penduduk akan mempengaruhi corak pendidikan nasional;
(4) Perubahan karakteristik keluarga baik fungsi maupun struktur, akan banyak menuntut akan pentingnya kerja sama berbagai lingkungan pendidikan dan dalam keluarga sebagai intinya.
Nilai-nilai keluarga hendaknya tetap dilestarikan dalam berbagai lingkungan pendidikan;
(5) Asas belajar sepanjang hayat harus menjadi landasan utama dalam mewujudkan pendidikan untuk mengimbangi tantangan perkembangan jaman;
(6) Penggunaan berbagai inovasi Iptek terutama media elektronik, informatika, dan komunikasi dalam berbagai kegiatan pendidikan,
(7) Penyediaan perpustakaan dan sumber-sumber belajar sangat diperlukan dalam menunjang upaya pendidikan dalam pendidikan; (8) Publikasi dan penelitian dalam bidang pendidikan dan bidang lain yang terkait, merupakan suatu kebutuhan nyata bagi pendidikan di abad pengetahuan.
Pendidikan di abad pengetahuan menuntut adanya manajemen pendidikan yang modern dan profesional dengan bernuansa pendidikan. Lembaga-lembaga pendidikan diharapkan mampu mewujudkan peranannya secara efektif dengan keunggulan dalam kepemimpinan, staf, proses belajar mengajar, pengembangan staf, kurikulum, tujuan dan harapan, iklim sekolah, penilaian diri, komunikasi, dan keterlibatan orang tua/masyarakat. Tidak kalah pentingnya adalah sosok penampilan guru yang ditandai dengan keunggulan dalam nasionalisme dan jiwa juang, keimanan dan ketakwaan, penguasaan iptek, etos kerja dan disiplin, profesionalisme, kerjasama dan belajar dengan berbagai disiplin, wawasan masa depan, kepastian karir, dan kesejahteraan lahir batin. Pendidikan mempunyai peranan yang amat strategis untuk mempersiapkan generasi muda yang memiliki keberdayaan dan kecerdasan emosional yang tinggi dan menguasai megaskills yang mantap. Untuk itu, lembaga penidikan dalam berbagai jenis dan jenjang memerlukan pencerahan dan pemberdayaan dalam berbagai aspeknya.
Menurut Makagiansar (1996) memasuki abad 21 pendidikan akan mengalami pergeseran perubahan paradigma yang meliputi pergeseran paradigma:
(1) dari belajar terminal ke belajar sepanjang hayat, (2) dari belajar berfokus penguasaan pengetahuan ke belajar holistic,(3) dari citra hubungan guru-murid yang bersifat konfrontatif ke citra hubungan kemitraan, (4) dari pengajar yang menekankan pengetahuan skolastik (akademik) ke penekanan keseimbangan fokus pendidikan nilai,
(5) dari kampanye melawan buta aksara ke kampanye melawan buat teknologi, budaya, dan komputer, (6) dari penampilan guru yang terisolasi ke penampilan dalam tim kerja, (7) dari konsentrasi eksklusif pada kompetisi ke orientasi kerja sama.
Dengan memperhatikan pendapat ahli tersebut nampak bahwa pendidikan dihadapkan pada tantangan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dalam menghadapi berbagai tantangan dan tuntutan yang bersifat kompetitif.
Gambaran Pembelajaran di Abad Pengetahuan
Praktek pembelajaran yang terjadi sekarang masih didominasi oleh pola atau paradigma yang banyak dijumpai di abad industri. Pada abad pengetahuan paradigma yang digunakan jauh berbeda dengan pada abad industri. Galbreath (1999) mengemukakan bahwa pendekatan pembelajaran yang digunakan pada abad pengetahuan adalah pendekatan campuran yaitu perpaduan antara pendekatan belajar dari guru, belajar dari siswa lain, dan belajar pada diri sendiri.
Praktek pembelajaran di abad industri dan abad pengetahuan dapat dilihat pada Tabel berikut;
Abad Industri
1. Guru sebagai pengarah 2. Guru sbgai smber pengetahuan
3. Belajar diarahkan oleh kuri- kulum. 4. Belajar dijadualkan secara ketat dgn
waktu yang terbatas 5. Terutama didasarkan pd fakta
6. Bersifat teoritik, prinsip- prinsip dan survei 7. Pengulangan dan latihan 8. Aturan dan prosedur 9. Kompetitif 10. Berfokus pada kelas 11. Hasilnya ditentukan sblmnya
12. Mengikuti norma 13. Komputer sbg subyek belajar
14. Presentasi dgn media statis 15. Komunikasi sebatas ruang kls 16. Tes diukur dengan norma
Abad Pengetahuan
1. Guru sebagai fasilitator,pembimbing,konsultan2. Guru sebagai kawan belajar
3. Belajar diarahkan oleh siswa kulum. 4. Belajar secara terbuka, ketat dgn
waktu yang terbatas fleksibel sesuai keperluan5. Terutama berdasarkan proyek dan
masalah6. Dunia nyata, dan refleksi prinsip dan survei 7. Penyelidikan dan perancangan8. Penemuan dan penciptaan9. Colaboratif10. Berfokus pada masyarakat
11. Hasilnya terbuka12. Keanekaragaman yang kreatif13. Komputer sebagai peralatan semua jenis belajar14. Interaksi multi media yang dinamis15. Komunikasi tidak terbatas ke seluruh dunia16. Unjuk kerja diukur oleh pakar, penasehat, kawan sebaya dan diri sendiri.
Apabila guru di Indonesia telah memenuhi standar profesional guru sebagaimana yang berlaku di Amerika Serikat maka kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia semakin baik. Selain memiliki standar profesional guru sebagaimana uraian di atas, di Amerika Serikat sebagaimana diuraikan dalam jurnal Educational Leadership 1993 (dalam Supriadi 1998) dijelaskan bahwa untuk menjadi profesional seorang guru dituntut untuk memiliki lima hal:
(1) Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya,
(2) Guru menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarnya kepada siswa,
(3) Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi,
(4) Guru mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya,
(5) Guru seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.
Arifin (2000) mengemukakan guru Indonesia yang profesional dipersyaratkan mempunyai;
(1) dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21;
(2) penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat Indonesia;
(3) pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan, profesi guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan berkesinambungan antara LPTK dengan praktek pendidikan. Kekerdilan profesi guru dan ilmu pendidikan disebabkan terputusnya program pre-service dan in-service karena pertimbangan birokratis yang kaku atau manajemen pendidikan yang lemah.
Dengan adanya persyaratan profesionalisme guru ini, perlu adanya paradigma baru untuk melahirkan profil guru Indonesia yang profesional di abad 21 yaitu;
(1) memiliki kepribadian yang matang dan berkembang;
(2) penguasaan ilmu yang kuat;
(3) keterampilan untuk membangkitkan peserta didik kepada sains dan teknologi; dan
(4) pengembangan profesi secara berkesinambungan. Keempat aspek tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan dan ditambah dengan usaha lain yang ikut mempengaruhi perkembangan profesi guru yang profesional.
Dimensi lain dari pola pembinaan profesi guru adalah
(1) hubungan erat antara perguruan tinggi dengan pembinaan SLTA;
(2) meningkatkan bentuk rekrutmen calon guru;
(3) program penataran yang dikaitkan dengan praktik lapangan;
(4) meningkatkan mutu pendidikan calon pendidik;
(5) pelaksanaan supervisi;
(6) peningkatan mutu manajemen pendidikan berdasarkan Total Quality Management (TQM);
(7) melibatkan peran serta masyarakat berdasarkan konsep linc and match;
(8) pemberdayaan buku teks dan alat-alat pendidikan penunjang;
(9) pengakuan masyarakat terhadap profesi guru;
(10) perlunya pengukuhan program Akta Mengajar melalui peraturan perundangan; dan
(11) kompetisi profesional yang positif dengan pemberian kesejahteraan yang layak.
Apabila syarat-syarat profesionalisme guru di atas itu terpenuhi akan mengubah peran guru yang tadinya pasif menjadi guru yang kreatif dan dinamis. Hal ini sejalan dengan pendapat Semiawan (1991) bahwa pemenuhan persyaratan guru profesional akan mengubah peran guru yang semula sebagai orator yang verbalistis menjadi berkekuatan dinamis dalam menciptakan suatu suasana dan lingkungan belajar yang invitation learning environment.
Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, guru memiliki multi fungsi yaitu sebagai fasilitator, motivator, informator, komunikator, transformator, change agent, inovator, konselor, evaluator, dan administrator (Soewondo, 1972 dalam Arifin 2000).
Pengembangan profesionalisme guru menjadi perhatian secara global, karena guru memiliki tugas dan peran bukan hanya memberikan informasi-informasi ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan juga membentuk sikap dan jiwa yang mampu bertahan dalam era hiperkompetisi. Tugas guru adalah membantu peserta didik agar mampu melakukan adaptasi terhadap berbagai tantangan kehidupan serta desakan yang berkembang dalam dirinya. Pemberdayaan peserta didik ini meliputi aspek-aspek kepribadian terutama aspek intelektual, sosial, emosional, dan keterampilan. Tugas mulia itu menjadi berat karena bukan saja guru harus mempersiapkan generasi muda memasuki abad pengetahuan, melainkan harus mempersiapkan diri agar tetap eksis, baik sebagai individu maupun sebagai profesional.
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Profesionalisme Guru Kondisi pendidikan nasional kita memang tidak secerah di negara-negara maju. Baik institusi maupun isinya masih memerlukan perhatian ekstra pemerintah maupun masyarakat. Dalam pendidikan formal, selain ada kemajemukan peserta, institusi yang cukup mapan, dan kepercayaan masyarakat yang kuat, juga merupakan tempat bertemunya bibit-bibit unggul yang sedang tumbuh dan perlu penyemaian yang baik. Pekerjaan penyemaian yang baik itu adalah pekerjaan seorang guru. Jadi guru memiliki peran utama dalam sistem pendidikan nasional khususnya dan kehidupan kita umumnya.
Guru sangat mungkin dalam menjalankan profesinya bertentangan dengan hati nuraninya, karena ia paham bagaimana harus menjalankan profesinya namun karena tidak sesuai dengan kehendak pemberi petunjuk atau komando maka cara-cara para guru tidak dapat diwujudkan dalam tindakan nyata. Guru selalu diinterpensi. Tidak adanya kemandirian atau otonomi itulah yang mematikan profesi guru dari sebagai pendidik menjadi pemberi instruksi atau penatar. Bahkan sebagai penatarpun guru tidak memiliki otonomi sama sekali. Selain itu, ruang gerak guru selalu dikontrol melalui keharusan membuat satuan pelajaran (SP). Padahal, seorang guru yang telah memiliki pengalaman mengajar di atas lima tahun sebetulnya telah menemukan pola belajarnya sendiri. Dengan dituntutnya guru setiap kali mengajar membuat SP maka waktu dan energi guru banyak terbuang. Waktu dan energi yang terbuang ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya.
Akadum (1999) menyatakan dunia guru masih terselingkung dua masalah yang memiliki mutual korelasi yang pemecahannya memerlukan kearifan dan kebijaksanaan beberapa pihak terutama pengambil kebijakan;
(1) profesi keguruan kurang menjamin kesejahteraan karena rendah gaji. Rendahnya gaji berimplikasi pada kinerjanya;
(2) profesionalisme guru masih rendah.
Selain faktor di atas faktor lain yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru disebabkan oleh antara lain;
(1) masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh. Hal ini disebabkan oleh banyak guru yang bekerja di luar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga waktu untuk membaca dan menulis untuk meningkatkan diri tidak ada; (2) belum adanya standar profesional guru sebagaimana tuntutan di negara-negara maju; (3) kemungkinan disebabkan oleh adanya perguruan tinggi swasta sebagai pencetak guru yang lulusannya asal jadi tanpa mempehitungkan outputnya kelak di lapangan sehingga menyebabkan banyak guru yang tidak patuh terhadap etika profesi keguruan; (4) kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri karena guru tidak dituntut untuk meneliti sebagaimana yang diberlakukan pada dosen di perguruan tinggi.
Akadum (1999) juga mengemukakan bahwa ada lima penyebab rendahnya profesionalisme guru;
(1) masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara total,
(2) rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi keguruan,
(3) pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari pengambilan kebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal ini terbukti dari masih belum mantapnya kelembagaan pencetak tenaga keguruan dan kependidikan,
(4) masih belum smooth-nya perbedaan pendapat tentang proporsi materi ajar yang diberikan kepada calon guru,
(5) masih belum berfungsi PGRI sebagai organisasi profesi yang berupaya secara makssimal meningkatkan profesionalisme anggotanya. Kecenderungan PGRI bersifat politis memang tidak bisa disalahkan, terutama untuk menjadi pressure group agar dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Namun demikian di masa mendatang PGRI sepantasnya mulai mengupayakan profesionalisme para anggo-tanya. Dengan melihat adanya faktor-fak tor yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru, pemerintah berupaya untuk mencari alternatif untuk meningkatkan profesi guru.
Upaya Meningkatkan Profesionalisme Guru
Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan profesionalisme guru diantaranya meningkatkan kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi tenaga pengajar mulai tingkat persekolahan sampai perguruan tinggi. Program penyetaaan Diploma II bagi guru-guru SD, Diploma III bagi guru-guru SLTP dan Strata I (sarjana) bagi guru-guru SLTA. Meskipun demikian penyetaraan ini tidak bermakna banyak, kalau guru tersebut secara entropi kurang memiliki daya untuk melakukan perubahan.
Selain diadakannya penyetaraan guru-guru, upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah program sertifikasi. Program sertifikasi telah dilakukan oleh Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam (Dit Binrua) melalui proyek Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar (ADB Loan 1442-INO) yang telah melatih 805 guru MI dan 2.646 guru MTs dari 15 Kabupaten dalam 6 wilayah propinsi yaitu Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB dan Kalimantan Selatan (Pantiwati, 2001).
Selain sertifikasi upaya lain yang telah dilakukan di Indonesia untuk meningkatkan profesionalisme guru, misalnya PKG (Pusat Kegiatan Guru, dan KKG (Kelompok Kerja Guru) yang memungkinkan para guru untuk berbagi pengalaman dalam memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi dalam kegiatan mengajarnya (Supriadi, 1998).
Profesionalisasi harus dipandang sebagai proses yang terus menerus. Dalam proses ini, pendidikan prajabatan, pendidikan dalam jabatan termasuk penataran, pembinaan dari organisasi profesi dan tempat kerja, penghargaan masyarakat terhadap profesi keguruan, penegakan kode etik profesi, sertifikasi, peningkatan kualitas calon guru, imbalan, dll secara bersama-sama menentukan pengembangan profesionalisme seseorang termasuk guru.
Dengan demikian usaha meningkatkan profesionalisme guru merupakan tanggung jawab bersama antara LPTK sebagai penghasil guru, instansi yang membina guru (dalam hal ini Depdiknas atau yayasan swasta), PGRI dan masyarakat.
Dari beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah di atas, faktor yang paling penting agar guru-guru dapat meningkatkan kualifikasi dirinya yaitu dengan menyetarakan banyaknya jam kerja dengan gaji guru. Program apapun yang akan diterapkan pemerintah tetapi jika gaji guru rendah, jelaslah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya guru akan mencari pekerjaan tambahan untuk mencukupi kebutuhannya. Tidak heran kalau guru-guru di negara maju kualitasnya tinggi atau dikatakan profesional, karena penghargaan terhadap jasa guru sangat tinggi. Dalam Journal PAT (2001) dijelaskan bahwa di Inggris dan Wales untuk meningkatkan profesionalisme guru pemerintah mulai memperhatikan pembayaran gaji guru diseimbangkan dengan beban kerjanya. Di Amerika Serikat hal ini sudah lama berlaku sehingga tidak heran kalau pendidikan di Amerika Serikat menjadi pola anutan negara-negara ketiga. Di Indonesia telah mengalami hal ini tetapi ketika jaman kolonial Belanda. Setelah memasuki jaman orde baru semua ber ubah sehingga kini dampaknya terasa, profesi guru menduduki urutan terbawah dari urutan profesi lainnya seperti dokter, jaksa, dll.
Kesimpulan dan Saran
Memperhatikan peran guru dan tugas guru sebagai salah satu faktor determinan bagi keberhasilan pendidikan, maka keberadaan dan peningkatan profesi guru menjadi wacana yang sangat penting. Pendidikan di abad pengetahuan menuntut adanya manajemen pendidikan modern dan profesional dengan bernuansa pendidikan.
Kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan keengganan belajar siswa. Profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.
Guru yang profesional pada dasarnya ditentukan oleh attitudenya yang berarti pada tataran kematangan yang mempersyaratkan willingness dan ability, baik secara intelektual maupun pada kondisi yang prima. Profesionalisasi harus dipandang sebagai proses yang terus menerus. Usaha meningkatkan profesionalisme guru merupakan tanggung jawab bersama antara LPTK sebagai pencetak guru, instansi yang membina guru (dalam hal ini Depdiknas atau yayasan swasta), PGRI dan masyarakat.
Kita telah memasuki abad 21 yang dikenal dengan abad pengetahuan. Para peramal masa depan (futurist) mengatakan sebagai abad pengetahuan karena pengetahuan akan menjadi landasan utama segala aspek kehidupan (Trilling dan Hood, 1999). Abad pengetahuan merupakan suatu era dengan tuntutan yang lebih rumit dan menantang.
Suatu era dengan spesifikasi tertentu yang sangat besar pengaruhnya terhadap dunia pendidikan dan lapangan kerja. Perubahan-perubahan yang terjadi selain karena perkembangan teknologi yang sangat pesat, juga diakibatkan oleh perkembangan yang luar biasa dalam ilmu pengetahuan, psikologi, dan transformasi nilai-nilai budaya. Dampaknya adalah perubahan cara pandang manusia terhadap manusia, cara pandang terhadap pendidikan, perubahan peran orang tua/guru/dosen, serta perubahan pola hubungan antar mereka.
Pendekatan Pembelajaran di Abad 21 ( Abad Industri dan Pengetahuan ) Inti sari Diklat RSBI di Parapat, Kab Simalungun
Kita telah memasuki abad 21 yang dikenal dengan abad pengetahuan. Para peramal masa depan (futurist) mengatakan sebagai abad pengetahuan karena pengetahuan akan menjadi landasan utama segala aspek kehidupan (Trilling dan Hood, 1999). Abad pengetahuan merupakan suatu era dengan tuntutan yang lebih rumit dan menantang. Suatu era dengan spesifikasi tertentu yang sangat besar pengaruhnya terhadap dunia pendidikan dan lapangan kerja. Perubahan-perubahan yang terjadi selain karena perkembangan teknologi yang sangat pesat, juga diakibatkan oleh perkembangan yang luar biasa dalam ilmu pengetahuan, psikologi, dan transformasi nilai-nilai budaya. Dampaknya adalah perubahan cara pandang manusia terhadap manusia, cara pandang terhadap pendidikan, perubahan peran orang tua/guru/dosen, serta perubahan pola hubungan antar mereka.
Trilling dan Hood (1999) mengemukakan bahwa perhatian utama pendidikan di abad 21 adalah untuk mempersiapkan hidup dan kerja bagi masyarakat.Tibalah saatnya menoleh sejenak ke arah pandangan dengan sudut yang luas mengenai peran-peran utama yang akan semakin dimainkan oleh pembelajaran dan pendidikan dalam masyarakat yang berbasis pengetahuan.
Kemerosotan pendidikan kita sudah terasakan selama bertahun-tahun, untuk kesekian kalinya kurikulum dituding sebagai penyebabnya. Hal ini tercermin dengan adanya upaya mengubah kurikulum mulai kurikulum 1975 diganti dengan kurikulum 1984, kemudian diganti lagi dengan kurikulum 1994. Nasanius (1998) mengungkapkan bahwa kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan keengganan belajar siswa. Profesionalisme sebagai penunjang kelancaran guru dalam melaksanakan tugasnya, sangat dipengaruhi oleh dua faktor besar yaitu faktor internal yang meliputi minat dan bakat dan faktor eksternal yaitu berkaitan dengan lingkungan sekitar, sarana prasarana, serta berbagai latihan yang dilakukan guru.(Sumargi, 1996) Profesionalisme guru dan tenaga kependidikan masih belum memadai utamanya dalam hal bidang keilmuannya. Misalnya guru Biologi dapat mengajar Kimia atau Fisika. Ataupun guru IPS dapat mengajar Bahasa Indonesia. Memang jumlah tenaga pendidik secara kuantitatif sudah cukup banyak, tetapi mutu dan profesionalisme belum sesuai dengan harapan. Banyak diantaranya yang tidak berkualitas dan menyampaikan materi yang keliru sehingga mereka tidak atau kurang mampu menyajikan dan menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar berkualitas (Dahrin, 2000).
Banyak faktor yang menyebabkan kurang profesionalismenya seorang guru, sehingga pemerintah berupaya agar guru yang tampil di abad pengetahuan adalah guru yang benar-benar profesional yang mampu mengantisipasi tantangan-tantangan dalam dunia pendidikan.
Pendidikan di Abad Pengetahuan
Para ahli mengatakan bahwa abad 21 merupakan abad pengetahuan karena pengetahuan menjadi landasan utama segala aspek kehidupan. Menurut Naisbit (1995) ada 10 kecenderungan besar yang akan terjadi pada pendidikan di abad 21 yaitu;
(1) dari masyarakat industri ke masyarakat informasi,(2) dari teknologi yang dipaksakan ke teknologi tinggi, (3) dari ekonomi nasional ke ekonomi dunia, (4) dari perencanaan jangka pendek ke perencanaan jangka panjang, (5) dari sentralisasi ke desentralisasi, (6) dari bantuan institusional ke bantuan diri, (7) dari demokrasi perwakilan ke demokrasi partisipatoris, (8) dari hierarki-hierarki ke penjaringan,
(9) dari utara ke selatan, dan(10) dari atau/atau ke pilihan majemuk.
Berbagai implikasi kecenderungan di atas berdampak terhadap dunia pendidikan yang meliputi aspek kurikulum, manajemen pendidikan, tenaga kependidikan, strategi dan metode pendidikan. Selanjutnya Naisbitt (1995) mengemukakan ada 8 kecenderungan besar di Asia yang ikut mempengaruhi dunia yaitu; (1) dari negara bangsa ke jaringan,
(2) dari tuntutan eksport ke tuntutan konsumen, (3) dari pengaruh Barat ke cara Asia,
(4) dari kontol pemerintah ke tuntutan pasar, (5) dari desa ke metropolitan, (6) dari padat karya ke teknologi canggih, (7) dari dominasi kaum pria ke munculnya kaum wanita, (8) dari Barat ke Timur.
Kedelapan kecenderungan itu akan mempengaruhi tata nilai dalam berbagai aspek, pola dan gaya hidup masyarakat baik di desa maupun di kota. Pada gilirannya semua itu akan mempengaruhi pola-pola pendidikan yang lebih disukai dengan tuntutan kecenderungan tersebut. Dalam hubungan dengan ini pendidikan ditantang untuk mampu menyiapkan sumber daya manusia yang mampu menghadapi tantangan kecenderungan itu tanpa kehilangan nilai-nilai kepribadian dan budaya bangsanya.
Dengan memperhatikan pendapat Naisbitt di atas, Surya (1998) mengungkapkan bahwa pendidikan di Indonesia di abad 21 mempunyai karakteristik sebagai berikut:
(1) Pendidikan nasional mempunyai tiga fungsi dasar yaitu; (a) untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, (b) untuk mempersiapkan tenaga kerja terampil dan ahli yang diperlukan dalam proses industrialisasi, (c) membina dan mengembangkan penguasaan berbagai cabang keahlian ilmu pengetahuan dan teknologi;
(2) Sebagai negara kepulauan yang berbeda-beda suku, agama dan bahasa, pendidikan tidak hanya sebagai proses transfer pengetahuan saja, akan tetapi mempunyai fungsi pelestarian kehidupan bangsa dalam suasana persatuan dan kesatuan nasional;
(3) Dengan makin meningkatnya hasil pembangunan, mobilitas penduduk akan mempengaruhi corak pendidikan nasional;
(4) Perubahan karakteristik keluarga baik fungsi maupun struktur, akan banyak menuntut akan pentingnya kerja sama berbagai lingkungan pendidikan dan dalam keluarga sebagai intinya.
Nilai-nilai keluarga hendaknya tetap dilestarikan dalam berbagai lingkungan pendidikan;
(5) Asas belajar sepanjang hayat harus menjadi landasan utama dalam mewujudkan pendidikan untuk mengimbangi tantangan perkembangan jaman;
(6) Penggunaan berbagai inovasi Iptek terutama media elektronik, informatika, dan komunikasi dalam berbagai kegiatan pendidikan,
(7) Penyediaan perpustakaan dan sumber-sumber belajar sangat diperlukan dalam menunjang upaya pendidikan dalam pendidikan; (8) Publikasi dan penelitian dalam bidang pendidikan dan bidang lain yang terkait, merupakan suatu kebutuhan nyata bagi pendidikan di abad pengetahuan.
Pendidikan di abad pengetahuan menuntut adanya manajemen pendidikan yang modern dan profesional dengan bernuansa pendidikan. Lembaga-lembaga pendidikan diharapkan mampu mewujudkan peranannya secara efektif dengan keunggulan dalam kepemimpinan, staf, proses belajar mengajar, pengembangan staf, kurikulum, tujuan dan harapan, iklim sekolah, penilaian diri, komunikasi, dan keterlibatan orang tua/masyarakat. Tidak kalah pentingnya adalah sosok penampilan guru yang ditandai dengan keunggulan dalam nasionalisme dan jiwa juang, keimanan dan ketakwaan, penguasaan iptek, etos kerja dan disiplin, profesionalisme, kerjasama dan belajar dengan berbagai disiplin, wawasan masa depan, kepastian karir, dan kesejahteraan lahir batin. Pendidikan mempunyai peranan yang amat strategis untuk mempersiapkan generasi muda yang memiliki keberdayaan dan kecerdasan emosional yang tinggi dan menguasai megaskills yang mantap. Untuk itu, lembaga penidikan dalam berbagai jenis dan jenjang memerlukan pencerahan dan pemberdayaan dalam berbagai aspeknya.
Menurut Makagiansar (1996) memasuki abad 21 pendidikan akan mengalami pergeseran perubahan paradigma yang meliputi pergeseran paradigma:
(1) dari belajar terminal ke belajar sepanjang hayat, (2) dari belajar berfokus penguasaan pengetahuan ke belajar holistic,(3) dari citra hubungan guru-murid yang bersifat konfrontatif ke citra hubungan kemitraan, (4) dari pengajar yang menekankan pengetahuan skolastik (akademik) ke penekanan keseimbangan fokus pendidikan nilai,
(5) dari kampanye melawan buta aksara ke kampanye melawan buat teknologi, budaya, dan komputer, (6) dari penampilan guru yang terisolasi ke penampilan dalam tim kerja, (7) dari konsentrasi eksklusif pada kompetisi ke orientasi kerja sama.
Dengan memperhatikan pendapat ahli tersebut nampak bahwa pendidikan dihadapkan pada tantangan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dalam menghadapi berbagai tantangan dan tuntutan yang bersifat kompetitif.
Gambaran Pembelajaran di Abad Pengetahuan
Praktek pembelajaran yang terjadi sekarang masih didominasi oleh pola atau paradigma yang banyak dijumpai di abad industri. Pada abad pengetahuan paradigma yang digunakan jauh berbeda dengan pada abad industri. Galbreath (1999) mengemukakan bahwa pendekatan pembelajaran yang digunakan pada abad pengetahuan adalah pendekatan campuran yaitu perpaduan antara pendekatan belajar dari guru, belajar dari siswa lain, dan belajar pada diri sendiri.
Praktek pembelajaran di abad industri dan abad pengetahuan dapat dilihat pada Tabel berikut;
Abad Industri
1. Guru sebagai pengarah 2. Guru sbgai smber pengetahuan
3. Belajar diarahkan oleh kuri- kulum. 4. Belajar dijadualkan secara ketat dgn
waktu yang terbatas 5. Terutama didasarkan pd fakta
6. Bersifat teoritik, prinsip- prinsip dan survei 7. Pengulangan dan latihan 8. Aturan dan prosedur 9. Kompetitif 10. Berfokus pada kelas 11. Hasilnya ditentukan sblmnya
12. Mengikuti norma 13. Komputer sbg subyek belajar
14. Presentasi dgn media statis 15. Komunikasi sebatas ruang kls 16. Tes diukur dengan norma
Abad Pengetahuan
1. Guru sebagai fasilitator,pembimbing,konsultan2. Guru sebagai kawan belajar
3. Belajar diarahkan oleh siswa kulum. 4. Belajar secara terbuka, ketat dgn
waktu yang terbatas fleksibel sesuai keperluan5. Terutama berdasarkan proyek dan
masalah6. Dunia nyata, dan refleksi prinsip dan survei 7. Penyelidikan dan perancangan8. Penemuan dan penciptaan9. Colaboratif10. Berfokus pada masyarakat
11. Hasilnya terbuka12. Keanekaragaman yang kreatif13. Komputer sebagai peralatan semua jenis belajar14. Interaksi multi media yang dinamis15. Komunikasi tidak terbatas ke seluruh dunia16. Unjuk kerja diukur oleh pakar, penasehat, kawan sebaya dan diri sendiri.
Apabila guru di Indonesia telah memenuhi standar profesional guru sebagaimana yang berlaku di Amerika Serikat maka kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia semakin baik. Selain memiliki standar profesional guru sebagaimana uraian di atas, di Amerika Serikat sebagaimana diuraikan dalam jurnal Educational Leadership 1993 (dalam Supriadi 1998) dijelaskan bahwa untuk menjadi profesional seorang guru dituntut untuk memiliki lima hal:
(1) Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya,
(2) Guru menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarnya kepada siswa,
(3) Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi,
(4) Guru mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya,
(5) Guru seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.
Arifin (2000) mengemukakan guru Indonesia yang profesional dipersyaratkan mempunyai;
(1) dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21;
(2) penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat Indonesia;
(3) pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan, profesi guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan berkesinambungan antara LPTK dengan praktek pendidikan. Kekerdilan profesi guru dan ilmu pendidikan disebabkan terputusnya program pre-service dan in-service karena pertimbangan birokratis yang kaku atau manajemen pendidikan yang lemah.
Dengan adanya persyaratan profesionalisme guru ini, perlu adanya paradigma baru untuk melahirkan profil guru Indonesia yang profesional di abad 21 yaitu;
(1) memiliki kepribadian yang matang dan berkembang;
(2) penguasaan ilmu yang kuat;
(3) keterampilan untuk membangkitkan peserta didik kepada sains dan teknologi; dan
(4) pengembangan profesi secara berkesinambungan. Keempat aspek tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan dan ditambah dengan usaha lain yang ikut mempengaruhi perkembangan profesi guru yang profesional.
Dimensi lain dari pola pembinaan profesi guru adalah
(1) hubungan erat antara perguruan tinggi dengan pembinaan SLTA;
(2) meningkatkan bentuk rekrutmen calon guru;
(3) program penataran yang dikaitkan dengan praktik lapangan;
(4) meningkatkan mutu pendidikan calon pendidik;
(5) pelaksanaan supervisi;
(6) peningkatan mutu manajemen pendidikan berdasarkan Total Quality Management (TQM);
(7) melibatkan peran serta masyarakat berdasarkan konsep linc and match;
(8) pemberdayaan buku teks dan alat-alat pendidikan penunjang;
(9) pengakuan masyarakat terhadap profesi guru;
(10) perlunya pengukuhan program Akta Mengajar melalui peraturan perundangan; dan
(11) kompetisi profesional yang positif dengan pemberian kesejahteraan yang layak.
Apabila syarat-syarat profesionalisme guru di atas itu terpenuhi akan mengubah peran guru yang tadinya pasif menjadi guru yang kreatif dan dinamis. Hal ini sejalan dengan pendapat Semiawan (1991) bahwa pemenuhan persyaratan guru profesional akan mengubah peran guru yang semula sebagai orator yang verbalistis menjadi berkekuatan dinamis dalam menciptakan suatu suasana dan lingkungan belajar yang invitation learning environment.
Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, guru memiliki multi fungsi yaitu sebagai fasilitator, motivator, informator, komunikator, transformator, change agent, inovator, konselor, evaluator, dan administrator (Soewondo, 1972 dalam Arifin 2000).
Pengembangan profesionalisme guru menjadi perhatian secara global, karena guru memiliki tugas dan peran bukan hanya memberikan informasi-informasi ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan juga membentuk sikap dan jiwa yang mampu bertahan dalam era hiperkompetisi. Tugas guru adalah membantu peserta didik agar mampu melakukan adaptasi terhadap berbagai tantangan kehidupan serta desakan yang berkembang dalam dirinya. Pemberdayaan peserta didik ini meliputi aspek-aspek kepribadian terutama aspek intelektual, sosial, emosional, dan keterampilan. Tugas mulia itu menjadi berat karena bukan saja guru harus mempersiapkan generasi muda memasuki abad pengetahuan, melainkan harus mempersiapkan diri agar tetap eksis, baik sebagai individu maupun sebagai profesional.
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Profesionalisme Guru Kondisi pendidikan nasional kita memang tidak secerah di negara-negara maju. Baik institusi maupun isinya masih memerlukan perhatian ekstra pemerintah maupun masyarakat. Dalam pendidikan formal, selain ada kemajemukan peserta, institusi yang cukup mapan, dan kepercayaan masyarakat yang kuat, juga merupakan tempat bertemunya bibit-bibit unggul yang sedang tumbuh dan perlu penyemaian yang baik. Pekerjaan penyemaian yang baik itu adalah pekerjaan seorang guru. Jadi guru memiliki peran utama dalam sistem pendidikan nasional khususnya dan kehidupan kita umumnya.
Guru sangat mungkin dalam menjalankan profesinya bertentangan dengan hati nuraninya, karena ia paham bagaimana harus menjalankan profesinya namun karena tidak sesuai dengan kehendak pemberi petunjuk atau komando maka cara-cara para guru tidak dapat diwujudkan dalam tindakan nyata. Guru selalu diinterpensi. Tidak adanya kemandirian atau otonomi itulah yang mematikan profesi guru dari sebagai pendidik menjadi pemberi instruksi atau penatar. Bahkan sebagai penatarpun guru tidak memiliki otonomi sama sekali. Selain itu, ruang gerak guru selalu dikontrol melalui keharusan membuat satuan pelajaran (SP). Padahal, seorang guru yang telah memiliki pengalaman mengajar di atas lima tahun sebetulnya telah menemukan pola belajarnya sendiri. Dengan dituntutnya guru setiap kali mengajar membuat SP maka waktu dan energi guru banyak terbuang. Waktu dan energi yang terbuang ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya.
Akadum (1999) menyatakan dunia guru masih terselingkung dua masalah yang memiliki mutual korelasi yang pemecahannya memerlukan kearifan dan kebijaksanaan beberapa pihak terutama pengambil kebijakan;
(1) profesi keguruan kurang menjamin kesejahteraan karena rendah gaji. Rendahnya gaji berimplikasi pada kinerjanya;
(2) profesionalisme guru masih rendah.
Selain faktor di atas faktor lain yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru disebabkan oleh antara lain;
(1) masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh. Hal ini disebabkan oleh banyak guru yang bekerja di luar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga waktu untuk membaca dan menulis untuk meningkatkan diri tidak ada; (2) belum adanya standar profesional guru sebagaimana tuntutan di negara-negara maju; (3) kemungkinan disebabkan oleh adanya perguruan tinggi swasta sebagai pencetak guru yang lulusannya asal jadi tanpa mempehitungkan outputnya kelak di lapangan sehingga menyebabkan banyak guru yang tidak patuh terhadap etika profesi keguruan; (4) kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri karena guru tidak dituntut untuk meneliti sebagaimana yang diberlakukan pada dosen di perguruan tinggi.
Akadum (1999) juga mengemukakan bahwa ada lima penyebab rendahnya profesionalisme guru;
(1) masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara total,
(2) rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi keguruan,
(3) pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari pengambilan kebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal ini terbukti dari masih belum mantapnya kelembagaan pencetak tenaga keguruan dan kependidikan,
(4) masih belum smooth-nya perbedaan pendapat tentang proporsi materi ajar yang diberikan kepada calon guru,
(5) masih belum berfungsi PGRI sebagai organisasi profesi yang berupaya secara makssimal meningkatkan profesionalisme anggotanya. Kecenderungan PGRI bersifat politis memang tidak bisa disalahkan, terutama untuk menjadi pressure group agar dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Namun demikian di masa mendatang PGRI sepantasnya mulai mengupayakan profesionalisme para anggo-tanya. Dengan melihat adanya faktor-fak tor yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru, pemerintah berupaya untuk mencari alternatif untuk meningkatkan profesi guru.
Upaya Meningkatkan Profesionalisme Guru
Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan profesionalisme guru diantaranya meningkatkan kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi tenaga pengajar mulai tingkat persekolahan sampai perguruan tinggi. Program penyetaaan Diploma II bagi guru-guru SD, Diploma III bagi guru-guru SLTP dan Strata I (sarjana) bagi guru-guru SLTA. Meskipun demikian penyetaraan ini tidak bermakna banyak, kalau guru tersebut secara entropi kurang memiliki daya untuk melakukan perubahan.
Selain diadakannya penyetaraan guru-guru, upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah program sertifikasi. Program sertifikasi telah dilakukan oleh Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam (Dit Binrua) melalui proyek Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar (ADB Loan 1442-INO) yang telah melatih 805 guru MI dan 2.646 guru MTs dari 15 Kabupaten dalam 6 wilayah propinsi yaitu Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB dan Kalimantan Selatan (Pantiwati, 2001).
Selain sertifikasi upaya lain yang telah dilakukan di Indonesia untuk meningkatkan profesionalisme guru, misalnya PKG (Pusat Kegiatan Guru, dan KKG (Kelompok Kerja Guru) yang memungkinkan para guru untuk berbagi pengalaman dalam memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi dalam kegiatan mengajarnya (Supriadi, 1998).
Profesionalisasi harus dipandang sebagai proses yang terus menerus. Dalam proses ini, pendidikan prajabatan, pendidikan dalam jabatan termasuk penataran, pembinaan dari organisasi profesi dan tempat kerja, penghargaan masyarakat terhadap profesi keguruan, penegakan kode etik profesi, sertifikasi, peningkatan kualitas calon guru, imbalan, dll secara bersama-sama menentukan pengembangan profesionalisme seseorang termasuk guru.
Dengan demikian usaha meningkatkan profesionalisme guru merupakan tanggung jawab bersama antara LPTK sebagai penghasil guru, instansi yang membina guru (dalam hal ini Depdiknas atau yayasan swasta), PGRI dan masyarakat.
Dari beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah di atas, faktor yang paling penting agar guru-guru dapat meningkatkan kualifikasi dirinya yaitu dengan menyetarakan banyaknya jam kerja dengan gaji guru. Program apapun yang akan diterapkan pemerintah tetapi jika gaji guru rendah, jelaslah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya guru akan mencari pekerjaan tambahan untuk mencukupi kebutuhannya. Tidak heran kalau guru-guru di negara maju kualitasnya tinggi atau dikatakan profesional, karena penghargaan terhadap jasa guru sangat tinggi. Dalam Journal PAT (2001) dijelaskan bahwa di Inggris dan Wales untuk meningkatkan profesionalisme guru pemerintah mulai memperhatikan pembayaran gaji guru diseimbangkan dengan beban kerjanya. Di Amerika Serikat hal ini sudah lama berlaku sehingga tidak heran kalau pendidikan di Amerika Serikat menjadi pola anutan negara-negara ketiga. Di Indonesia telah mengalami hal ini tetapi ketika jaman kolonial Belanda. Setelah memasuki jaman orde baru semua ber ubah sehingga kini dampaknya terasa, profesi guru menduduki urutan terbawah dari urutan profesi lainnya seperti dokter, jaksa, dll.
Kesimpulan dan Saran
Memperhatikan peran guru dan tugas guru sebagai salah satu faktor determinan bagi keberhasilan pendidikan, maka keberadaan dan peningkatan profesi guru menjadi wacana yang sangat penting. Pendidikan di abad pengetahuan menuntut adanya manajemen pendidikan modern dan profesional dengan bernuansa pendidikan.
Kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan keengganan belajar siswa. Profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.
Guru yang profesional pada dasarnya ditentukan oleh attitudenya yang berarti pada tataran kematangan yang mempersyaratkan willingness dan ability, baik secara intelektual maupun pada kondisi yang prima. Profesionalisasi harus dipandang sebagai proses yang terus menerus. Usaha meningkatkan profesionalisme guru merupakan tanggung jawab bersama antara LPTK sebagai pencetak guru, instansi yang membina guru (dalam hal ini Depdiknas atau yayasan swasta), PGRI dan masyarakat.
RANGKAIAN KEGIATAN OSIS
Rangkaian kegiatan OSIS dalam waktu dekat ini adalah menyelenggarakan pertandingan akhir semester ganjil T.P. 2010-2011 yang dilaksanakan tanggal 21 s.d. 23 Desember 2010.
Jenis-jenis lomba yang akan dipertandingkan adalah:
1. Volley Ball (putra)
2. Futsal (putra)
3. Tenis Meja (putra/i)
Total hadiah yang diperebutkan adalah senilai total Rp. 1.470.000,-
19 Desember 2010
T-Kendaraan Ringan
UNDER CONSTRUCTION
LATAR BELAKANG BERDIRINYA OSIS
Organisasi Siswa Intra Sekolah (disingkat OSIS) adalah suatu organisasi yang berada di tingkat sekolah di Indonesia yang dimulai dari Sekolah Menengah yaitu Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA)dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). OSIS diurus dan dikelola oleh murid-murid yang terpilih untuk menjadi pengurus OSIS. Biasanya organisasi ini memiliki seorang pembimbing dari guru yang dipilih oleh pihak sekolah.
Anggota OSIS adalah seluruh siswa yang berada pada satu sekolah tempat OSIS itu berada. Seluruh anggota OSIS berhak untuk memilih calonnya untuk kemudian menjadi pengurus OSIS.
LATAR BELAKANG BERDIRINYA OSIS
Tujuan nasional Indonesia, seperti yang tercantum pada Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, adalah melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dan secara operasional diatur melalui Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pembangunan Nasional dilaksanakan di dalam rangka pembangunan bangsa Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Pembangunan pendidikan merupakan bagian dari Pembangunan Nasional. Di dalam garis-garis besar haluan Negara ditetapkan bahwa pendidikan nasional berdasarkan Pancasila, bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang maha Esa, kecerdasan dan keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air, agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
Garis-garis Besar Haluan Negara juga menegaskan bahwa generasi muda yang di dalamnya termasuk para siswa adalah penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber insani bagi pembangunan nasional yang berdasarkan Pancasila dan undang-undang dasar 1945.
Mengingat tujuan pendidikan dan pembinaan generasi muda yang ditetapkan baik di dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 maupun di dalam garis-garis besar Haluan Negara amat luas lingkupnya, maka diperlukan sekolah sebagai lingkungan pendidikan yang merupakan jalur pendidikan formal yang sangat penting dan strategis bagi upaya mewujudkan tujuan tersebut, baik melalui proses belajar mengajar maupun melalui kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler.
WAWASAN WIYATAMANDALA
Dengan memperhatikan kondisi sekolah dan masyarakat dewasa ini yang umumnya masih dalam taraf perkembangan, maka upaya pembinaan kesiswaan perlu diselenggarakan untuk menunjang perwujudan sekolah sebagai Wawasan Wiyatamandala.
Berdasarkan surat Direktur Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah nomor: 13090/CI.84 tanggal 1 Oktober 1984 perihal Wawasan Wiyatamandala sebagai sarana ketahanan sekolah, maka dalam rangka usaha meningkatkan pembinaan ketahanan sekolah bagi sekolah-sekolah di lingkungan pembinaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasra dan Menengah, Departemen pendidikan dan kebudayaan, mengeterapkan Wawasan Wiyatamandala yang merupakan konsepsi yang mengandung anggapan-anggapan sebagai berikut:
* Sekolah merupakan wiyatamandala (lingkungan pendidikan) sehingga tidak boleh digunakan untuk tujuan-tujuan diluar bidang pendidikan.
* Kepala sekolah mempunyai wewenang dan tanggung jawab penuh untuk menyelenggarakan seluruh proses pendidikan dalam lingkungan sekolahnya, yang harus berdasarkan Pancasila dan bertujuan untuk:
1. meningkatkan ketakwaan teradap Tuhan yang maha Esa,
2. meningkatkan kecerdasan dan keterampilan,
3. mempertinggi budi pekerti,
4. memperkuat kepribadian,
5. mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air.
* Antara guru dengan orang tua siswa harus ada saling pengertian dan kerjasama yang baik untuk mengemban tugas pendidikan.
* Para guru, di dalam maupun di luar lingkungan sekolah, harus senantiasa menjunjung tinggi martabat dan citra guru sebagai manusia yang dapat digugu (dipercaya) dan ditiru, betapapun sulitnya keadaan yang melingkunginya.
* Sekolah harus bertumpu pada masyarakat sekitarnya, namun harus mencegah masuknya sikap dan perbuatan yang sadar atau tidak, dapat menimbulkan pertientangan antara kita sama kita.
Untuk mengimplementasikan Wawasan Wiyatamandala perlu diciptakan suatu situasi di mana siswa dapat menikmati suasana yang harmonis dan menimbulkan kecintaan terhadap sekolahnya, sehingga proses belajar mengajar, kegiatan kokurikuler, dan ekstrakurikuler dapat berlangsung dengan mantap.
Upaya untuk mewujudkan Wawasan Wiyatamandala antara lain dengan menciptakan sekolah sebagai masyarakat belajar, pembinaan Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), kegiatan kurikuler, ko-kurikuler, dan ekstra-kurikuler, serta menciptakan suatu kondisi kemampuan dan ketangguhan yakni memiliki tingkat keamanan, kebersihan, ketertiban, keindahan, dan kekeluargaan yang mantap.
[sunting] Struktur organisasi
Pada dasarnya setiap OSIS di satu sekolah memiliki struktur organisasi yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Namun, biasanya struktur keorganisasian dalam OSIS terdiri atas:
* Ketua Pembina (biasanya Kepala Sekolah)
* Wakil Ketua Pembina (biasanya Wakil Kepala Sekolah)
* Pembina (biasanya guru yang ditunjuk oleh Sekolah)
* Ketua Umum
* Wakil Ketua I
* Wakil Ketua II
* Sekretaris Umum
* Sektetaris I
* Sekretaris II
* Bendahara
* Wakil Bendahara
* Ketua Sekretaris Bidang (sekbid) yang mengurusi setiap kegiatan siswa yang berhubungan dengan tanggung jawab bidangnya.
Dan biasanya dalam struktur kepengurusan OSIS memiliki beberapa pengurus yang bertugas khusus mengkoordinasikan masing-masing kegiatan ekstrakurikuler yang ada di sekolah.
Diklat Pendidik Sekolah Bertaraf Internasional di Sumatera Utara Tahun 2010
SMK Negeri 1 Batang Angkola mengirimkan dan menugaskan 2 orang guru yakni bapak Faisal Rangkuti, ST dan bapak Farhan Hidayat, S.Pd ke Parapat dalam rangka
acara Pelatihan Pembinaan dan Pengembangan Pendidik Sekolah Bertaraf Internasional di Sumatera Utara Tahun 2010 yang bertempat di Hotel Niagara Parapat sesuai dengan surat dinas pendidikan provinsi sumatera utara no. 424/2787/PTK.4/22/2010 tanggal 10 Desember 2010. dengan lama bertugas selama 4 hari mulai 19 s.d. 22 Desember 2010.
Turut serta dalam acara tersebut untuk mewakili Kabupaten Tapanuli Selatan adalah Bapak Ali Hasbin, S.Pd dan Ibu Hj. Irma Susiana, S.Pd dari SMPN 2 Marancar, Bapak Hamonangan Harahap, S.Ag dari SMAN 1 SD Hole, dan Bapak Samsul Bahri Harahap, S.Pd dari SMAN 1 Angkola Barat.
Total sebanyak 264 orang peserta yang berasal dari berbagai Kab/Kota di Sumatera Utara yang mengikuti diklat ini
Diharapkan ilmu yang diperoleh dapat di darmabaktikan di sekolah asal masing-masing
acara Pelatihan Pembinaan dan Pengembangan Pendidik Sekolah Bertaraf Internasional di Sumatera Utara Tahun 2010 yang bertempat di Hotel Niagara Parapat sesuai dengan surat dinas pendidikan provinsi sumatera utara no. 424/2787/PTK.4/22/2010 tanggal 10 Desember 2010. dengan lama bertugas selama 4 hari mulai 19 s.d. 22 Desember 2010.
Turut serta dalam acara tersebut untuk mewakili Kabupaten Tapanuli Selatan adalah Bapak Ali Hasbin, S.Pd dan Ibu Hj. Irma Susiana, S.Pd dari SMPN 2 Marancar, Bapak Hamonangan Harahap, S.Ag dari SMAN 1 SD Hole, dan Bapak Samsul Bahri Harahap, S.Pd dari SMAN 1 Angkola Barat.
Total sebanyak 264 orang peserta yang berasal dari berbagai Kab/Kota di Sumatera Utara yang mengikuti diklat ini
Diharapkan ilmu yang diperoleh dapat di darmabaktikan di sekolah asal masing-masing
13 Desember 2010
SMKN 1 Batang Angkola sebagai lokasi ujian CPNS pemkab Tapsel Tenaga Kesehatan D-III
SMK Negeri 1 Batang Angkola mendapat kehormatan sebagai tempat penyelenggaraan ujian masuk CPNS pemerintahan kabupaten Tapanuli Selatan yang akan di laksanakan Rabu, 15 Desember 2010 khusus tenaga kesehatan D-III.
Hasil rapat internal staf dewan guru SMKN 1 Batang Angkola telah menetapkan para guru terutama yang sudah PNS akan menjadi pengawas pelaksanaan ujian masuk ini.
Direncanakan ruang kelas yang telah diubah menjadi ruang ujian sebanyak 10 ruang.
Kepada para pengawas, mari sama-sama kita menjalankan tugas sebagaimana yang telah ditetapkan dengan penuh tanggung jawab, jujur dan adil demi terciptanya CPNS dan PNS yang bersih, berwibawa dan berkompoten.
Berikut berita mengenai keadaan sebelum ujian dilaksanakan.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Tapsel, Drs Aswad Daulay SH MH didampingi Kepala Bidang Penerimaan dan Perencanaan Pegawai, Syafi’I, Kamis (9/12) menuturkan, rincian formasi yang kosong pelamarnya, yaitu dokter spesialis THT dibutuhkan 1 orang, dokter spesialis kulit dan kelamin dibutuhkan 1 orang. Dokter spesialis kandungan dibutuhkan 1 orang, dokter spesialis bedah dibutuhkan 1 orang, dokter spesialis paru dibutuhkan 1 orang, dan dokter spesialis mata dibutuhkan 1 orang. Kemudian, guru SMKN untuk guru Seni Keterampilan S-1/D-IV Garmen dan Akta IV dibutuhkan 3 orang, S-1 Kearsipan dibutuhkan 2 orang, serta D-III Fotografi untuk Pranata Humas dibutuhkan 1 orang. “Kemungkinan kosongnya pelamar dokter spesialis karena umur para dokter spesialis sudah melewati syarat sesuai ketentuan untuk mendaftar sebagai CPNS. Karena kita tahu untuk mendapatkan ilmu spesialis membutuhkan waktu yang relatif lama,” ujar Aswad. Ditambahkan Syafi’i, total pelamar yang mendaftar sebanyak 2.302 orang. Rinciannya, Tenaga Kependidikan atau guru dengan jumlah pelamar 1.323 orang, Tenaga Tekhnis 491 pelamar, dan Tenaga Kesehatan 488 pelamar.
Lebih lanjut dikatakannya, pelamar terbanyak merupakan formasi guru SDN untuk guru Pendidikan Bahasa Inggris S-1/D IV Bahasa Inggris dan Akta IV dengan jumlah pelamar mencapai 322 orang, sedangkan yang dibutuhkan delapan orang.
Pelamar terbanyak di posisi kedua di formasi guru SMKN untuk guru pendidikan Matematika lulusan S-1/D-IV Matematika dan Akta IV sebanyak 254 pelamar, sedangkan jumlah pelamar yang diterima empat orang. Di urutan ketiga pelamar terbanyak di formasi guru SMKN untuk guru Pendidikan Bahasa Indonesia lulusan S-1/D-IV Bahasa dan Sastra dan Akta IV dengan jumlah pelamar sebanyak 131 orang, sedangkan yang diterima empat orang. Sementara formasi yang hanya satu pelamar saja yang mendaftar, tutur Syafi’I, yakni di formasi guru SMKN untuk guru Seni Keterampilan lulusan S-1/D-IV Desain Grafis dan Akta IV, sedangkan yang diterima sebanyak 3 orang. Kemudian guru Seni Keterampilan lulusan S-1/D-IV Kriya Kayus dan Akta IV sedangkan yang diterima 2 orang, guru Otomotif lulusan S-1/D-IV Tekhnik Otomotif dan Akta IV yang diterima 2 orang, tenaga kesehatan perekam medis lulusan D-III rekam medis yang diterima 2 orang dan lainnya.
Untuk pengambilan nomor peserta ujian CPNS, terang Syafi’I, digelar mulai Jumat (10/12) hingga Senin (13/12). Pengambilan nomor ujian untuk tenaga kependidikan atau guru di kantor Dinas Pendidikan Tapsel di Jalan Sutan Soripada Mulia, Sadabuan, Kota Padangsidimpuan (Psp), tenaga kesehatan di Dinas Kesehatan Tapsel, dan formasi tenaga teknis di kantor BKD Tapsel di Jalan Kenanga, Kota Psp.
Hasil rapat internal staf dewan guru SMKN 1 Batang Angkola telah menetapkan para guru terutama yang sudah PNS akan menjadi pengawas pelaksanaan ujian masuk ini.
Direncanakan ruang kelas yang telah diubah menjadi ruang ujian sebanyak 10 ruang.
Kepada para pengawas, mari sama-sama kita menjalankan tugas sebagaimana yang telah ditetapkan dengan penuh tanggung jawab, jujur dan adil demi terciptanya CPNS dan PNS yang bersih, berwibawa dan berkompoten.
Berikut berita mengenai keadaan sebelum ujian dilaksanakan.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Tapsel, Drs Aswad Daulay SH MH didampingi Kepala Bidang Penerimaan dan Perencanaan Pegawai, Syafi’I, Kamis (9/12) menuturkan, rincian formasi yang kosong pelamarnya, yaitu dokter spesialis THT dibutuhkan 1 orang, dokter spesialis kulit dan kelamin dibutuhkan 1 orang. Dokter spesialis kandungan dibutuhkan 1 orang, dokter spesialis bedah dibutuhkan 1 orang, dokter spesialis paru dibutuhkan 1 orang, dan dokter spesialis mata dibutuhkan 1 orang. Kemudian, guru SMKN untuk guru Seni Keterampilan S-1/D-IV Garmen dan Akta IV dibutuhkan 3 orang, S-1 Kearsipan dibutuhkan 2 orang, serta D-III Fotografi untuk Pranata Humas dibutuhkan 1 orang. “Kemungkinan kosongnya pelamar dokter spesialis karena umur para dokter spesialis sudah melewati syarat sesuai ketentuan untuk mendaftar sebagai CPNS. Karena kita tahu untuk mendapatkan ilmu spesialis membutuhkan waktu yang relatif lama,” ujar Aswad. Ditambahkan Syafi’i, total pelamar yang mendaftar sebanyak 2.302 orang. Rinciannya, Tenaga Kependidikan atau guru dengan jumlah pelamar 1.323 orang, Tenaga Tekhnis 491 pelamar, dan Tenaga Kesehatan 488 pelamar.
Lebih lanjut dikatakannya, pelamar terbanyak merupakan formasi guru SDN untuk guru Pendidikan Bahasa Inggris S-1/D IV Bahasa Inggris dan Akta IV dengan jumlah pelamar mencapai 322 orang, sedangkan yang dibutuhkan delapan orang.
Pelamar terbanyak di posisi kedua di formasi guru SMKN untuk guru pendidikan Matematika lulusan S-1/D-IV Matematika dan Akta IV sebanyak 254 pelamar, sedangkan jumlah pelamar yang diterima empat orang. Di urutan ketiga pelamar terbanyak di formasi guru SMKN untuk guru Pendidikan Bahasa Indonesia lulusan S-1/D-IV Bahasa dan Sastra dan Akta IV dengan jumlah pelamar sebanyak 131 orang, sedangkan yang diterima empat orang. Sementara formasi yang hanya satu pelamar saja yang mendaftar, tutur Syafi’I, yakni di formasi guru SMKN untuk guru Seni Keterampilan lulusan S-1/D-IV Desain Grafis dan Akta IV, sedangkan yang diterima sebanyak 3 orang. Kemudian guru Seni Keterampilan lulusan S-1/D-IV Kriya Kayus dan Akta IV sedangkan yang diterima 2 orang, guru Otomotif lulusan S-1/D-IV Tekhnik Otomotif dan Akta IV yang diterima 2 orang, tenaga kesehatan perekam medis lulusan D-III rekam medis yang diterima 2 orang dan lainnya.
Untuk pengambilan nomor peserta ujian CPNS, terang Syafi’I, digelar mulai Jumat (10/12) hingga Senin (13/12). Pengambilan nomor ujian untuk tenaga kependidikan atau guru di kantor Dinas Pendidikan Tapsel di Jalan Sutan Soripada Mulia, Sadabuan, Kota Padangsidimpuan (Psp), tenaga kesehatan di Dinas Kesehatan Tapsel, dan formasi tenaga teknis di kantor BKD Tapsel di Jalan Kenanga, Kota Psp.
Langganan:
Postingan (Atom)