22 Mei 2010

PENDIDIKAN KARAKTER

Pendidikan Moral, Nilai Inti atau Nilai Tambah?
Dapatkah kita memperoleh hasil yang relatif berarti tentang pembelajaran moral dari sebuah interaksi pendidikan di sekolah kita dewasa ini? Dimana selain hasil Ujian Nasional yang setiap tahun pelajarannya selalu menunjukkan grafik peningkatan, maka juga demikiankah hasil pembalajaran moral putra-putri kita?

Apakah kita cukup memiliki parameter untuk mengukurnya sebagaimana kita memiliki alat ukur untuk keberhasilan akademik mereka? Atau mungkinkah kita tidak begitu perduli dengan kompetensi perilaku siswa kita karena hasil belajar akedemik adalah satu-satunya hasil belajar yang akan dicapai oleh sistem pendidikan di sekolah kita?

Rasulullah SAW pernah menuturkan dalam haditsnya bahwa; Aku diutus ke dunia ini untuk memperbaiki akhlak. Ungkapan ini mengandung arti bahwa misi utama bagi sebuah proses pendidikan adalah lahirnya sebuah akhlak atau perilaku. Tentunya akhlak baik atau perilaku luhur. Disini kita juga dapat menilik bagaimana sebuah generasi yang hidup bersama Nabi Muhammad SAW sukses mengawal kemakmuran dunia hingga beberapa generasi sesudahnya. Sebuah konsep dan aplikasi pendidikan yang secara riil dan nyata ada dalam sejarah manusia.

Dalam rumusan lain, Nel Nodding, guru besar Emeritus di Universitas Stanford mengemukakan: the main of education should be to produce competent, caring, loving, and lovable people (Alfie Kohn, 2000:115).

Lalu apakah dewasa ini di dalam kelas-kelas di sekolah kita putra-putri kita belajar secara mendalam dan bagaimana aplikasi tentang apa, bagaimana, seperti apa ranah moral itu harus menjadi milik mereka selain juga belajar dan mengejar SKL (standar kompetensi lulusan) dalam aspek akademik yang harus didimiliki oleh siswa di akhir pada Ujian Nasional?

Belakangan ini pendidikan dengan pembiasaan moral yang baik marak dikembangkan oleh sekolah. Ini adalah perkembangan yang baik bagi Indonesia di masa depan. Namun saya melihat ini dalam dua kategori dalam mengembangkan pendidikan moral tersebut.

Pertama; adalah sekolah yang memiliki konsepsi, yang menjadikan pendidikan moral sebagai nilai tambah bagi proses belajar di suatu sekolah. Sedang konsepsi yang kedua; adalah sekolah yang menjadikan pendidikan moral sebagai nilai inti.

Pendidikan moral sebagai nilai tambah karena sekolah masih dibombardir oleh tuntutan bahwa sekolah tersebut harus tetap menghasilkan lulusan yang dapat bersaing di tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Dan untuk mengejar indikator tersebut, sangat dimungkinkan melahirkan pola berpikir dari pelaku pendidikan di sekolah itu; untuk apa belajar non akademik bila hasil akhirnya hanya dilihat dari hasil ujian nasional yang menjadi modal bagi lulusan untuk masuk jenjang pendidikan berikut? Tahapan berikut dari pola berpikir ini adalah terjadinya pemisahan antara pendidikan moral dengan pendidikan akademik. lahirnya dokotomi. Sehingga ketika di depan kelas, guru tidak menjadikan pendidikan moral sebagai bagian yang inheren ketika sedang membelajarkan materi siklus hidup dalam mata pelajaran IPA, misalnya.

Pendidikan moral sebagai nilai inti bilamana seluruh aktivitas belajar yang ada di dalam kelas hanyalah sebagai sarana bagi terbentuknya moral yang diinginkan? Apapun materi yang ada dalam semua mata pelajaran di sekolah. Konsep ini tidak ada dikotomi antara moral dan materi pelajaran apapun. Karena materi pelajaran, sekali lagi adalah wahana bagi terbentuknya moralitas yang luhur yang menjadi impian kita. Inilah konsepsi yang menurut saya sebagai aplikasi pada tataran pendidikan di sekolah dari Hadits Nabi kita.

Dimana tantangan terbesar untuk menjadi agar pendidikan moral sebagai nilai inti di sekolah? Pendapat saya adalah memahamkan agar komunitas sekolah sepakat tentang konsepsi agar pendidikan moral sebagai nilai inti di sekolah. Terutama adalah mempersiapkan guru sebagai pelaku di dalam kelas.

Jujur dan Terhormat

Bahwa keberhasilan seseorang dalam kehidupannya 80 % ditentukan oleh faktor kecerdasan sosial, sedang kecerdasan intelektual hanya berkontribusi 20 % dalam kesuksesan hidup seseorang. Demikian kesimpulan Goleman.

Apa yang disampaikan Goleman tersebut, sejalan dengan apa yang digagas oleh pendiri Sekolah Islam Tugasku, Ibu Rukmini Zaenal Abidin untuk menyelenggarakan lembaga pendidikan berbasis budi pekerti. Dan dipilihlah antara lain kata JUJUR dan TERHORMAT sebagai moto sekolah. Moto ini juga adalah bentuk aplikasi dari apa yang telah Rasulullah SAW sampaikan dalam haditsnya: Aku diutus di dunia ini tidak lain adalah untuk memperbaiki akhlak.

Artinya Sekolah Islam Tugasku, yang berdiri pada 29 Agustus 1984 lalu melihat bahwa hasil belajar tidak hanya berupa hasil akademik semata tetapi juga karakter yang mampu membentuk siswa menjadi pribadi yang cerdas akademik dan memiliki integritas emosi dan sosial perilaku yang tinggi.

Dalam perkembangan berikutnya, pada Juli 2004 manajemen dan Guru bersama-sama membangun infrastruktur untuk merealisasikan budi pekerti JUJUR dan TERHORMAT yang terdapat pada moto sekolah itu dalam bentuk intra kurikuler. Daya dan upaya itu telah menelorkan sebuah konsep pembelajaran budi pekerti atau Student Attitude dengan 10 karakter dasar.

Untuk menemukan kesepuluh karakter yang ada dalam Student Attitude tersebut kami berkumpul dan mecoba merumuskan sikap dasar apa saja yang harus dimiliki oleh siswa kami setelah mereka menyelesaikan pembelajaran? Maka hasil curah gagasan dan diskusi serta voting tersebut, kami menentukan 10 karakter. Yaitu :

1. Tanggung jawab/Responsibility,
2. Disiplin/ Discipline,
3. Jujur/ Honest,
4. Percaya diri/ Confidence,
5. Mandiri/ Independence,
6. Kerja sama/ Cooperation,
7. Peduli/ Compassion,
8. Sopan/ Courtesy,
9. Hormat/ Respect dan
10. Sabar/ Patience.

Tataran berikutnya setelah infrastruktur terbangun adalah membuat tahapan realisasi. Kita berharap jangan sampai konsep Student Attitude tersebut hanya menjadi ilmu. Tetapi harus menjadi keyakinan dan amal saleh. Secara sederhana, tataran itu kita uraikan dalam bentuk bagaimana kemudian ke-10 budi pekerti atau karakter tersebut melekat pada ingatan, pemahaman, aplikasi dan paradigma.

Pertama; aspek ingatan siswa; bahwa siswa dituntut untuk ingat 10 karakter yang ada. Solusinya adalah senam karakter yang dilakukan siswa setiap pagi saat ikrar bersama.

Kedua; aspek pemahaman; bahwa siswa harus memamahi apa yang dimaksud dengan 10 karakter yang ada memalui pembelajaran di dalam kelas.

Ketiga; aspek aplikasi dalam hidup; bahwa siswa sebelum mengapliklasi tentu harus tahu bagaimana bentuk aplikasi 10 karakter yang ada dalam hidup mereka dengan cara berdiskusi. Dan,

Keempat; Berpikir kritis berbasis karakter yang ada; dimana siswa melihat semua fenomena yang ada disekitarnya adalah bentuk aplikasi dari 10 karakter . hal ini antara lain dilakukan melalui diskusi kelas dan analisa dalam setiap laporan kerja siswa.

Dan kita sepakati bahwa, amanah membelajarkan Student Attitude itu adalah amanah bersama untuk semua guru serta komunitas sekolah dan keluarga dalam membina generasi jujur dan terhormat. Ya Allah bimbing kami untuk menjadi orang jujur dan terhormat. Amin.

Belajar Berkarakter

Bahwa keberhasilan seseorang dalam kehidupannya 80 % ditentukan oleh faktor kecerdasan sosial, sedang kecerdasan intelektual hanya berkontribusi 20 % dalam kesuksesan hidup seseorang. Demikian kesimpulan Goleman.


Sekolah Islam Tugasku sebagai sekolah Islam nasional keagamaan, mencoba mengaplikasi teori ini mengingat teori ini adalah pengejawantahan dari apa yang telah Rasulullah SAW sampaikan dalam haditsnya: Aku diutus di dunia ini tidak lain adalah memperbaikn akhlak.



Artinya Sekolah Islam Tugasku melihat bahwa hasil belajar tidak hanya berupa hasil akademik semata tetapi juga karakter yang mampu membentuk siswa menjadi pribadi yang cerdas akademik dan memiliki integritas emosi dan sosial perilaku yang tinggi.



Oleh karenanya, sejak empat tahun pelajaran yang lalu kami di sekolah bersama-sama membangun infrastruktur untuk melakukan pembelajaran karakter dalam bentuk intra kurikuler. Daya dan upaya itu telah menelorkan sebuah konsep pembelajaran karakter yang kami sebut sebagai life-skill development atau sering kami singkat menjadi LSD dengan 10 karakter dasar atau sepuluh pilar perilaku.



Untuk menemukan kesepuluh karakter yang ada dalam LSD tersebut kami berkumpul dan mecoba merumuskan sikap dasar apa saja yang harus dimiliki oleh siswa kami setelah mereka menyelesaikan pembelajaran? Maka hasil curah gagasan dan diskusi serta voting tersebut, kami menentukan 10 karakter. Yaitu:

(1). tanggung jawab,

(2). disiplin,

(3). percaya diri,

(4). mandiri,

(5). kerja sama,

(6). Jujur,

(7). Peduli,

(8). sopan,

(9). hormat dan

(10). sabar.



Tataran setelah infrastruktur terbangun adalah membuat tahapan realisasi. Jangan sampai konsep LSD tersebut hanya menjadi ilmu. Tetapi harus menjadi keyakinan dam amal saleh. Secara sederhana, tataran itu kita uraikan dalam bentuk bagaimana kemudian ke-10 karakter tersebut melekat pada ingatan, pemahaman, aplikasi dan paradigma.



1. Pada aspek ingatan siswa; bahwa siswa dituntut untuk ingat 10 karakter yang ada. Solusinya adalah senam karakter yang dilakukan siswa setiap pagi saat ikrar bersama.
2. Dipahamkan; bahwa siswa harus memamahi apa yang dimaksud dengan 10 karakter yang ada memalui pembelajaran.
3. Diaplikasi dalam hidup; bahwa siswa sebelum mengapliklasi tentu harus tahu bagaimana bentuk aplikasi 10 karakter yang ada dalam hidup mereka dengan cara berdiskusi. Dan,
4. Berpikir kritis berbasis karakter yang ada; dimana siswa melihat semua fenomena yang ada disekitarnya adalah bentuk pengejawantahan dari 10 karakter melalui diskusi dan analisa dalam setiap laporan kerja siswa.
Dan kita sepakati bahwa, amanah membelajarakan ke-10 karakter itu adalah amanah bersama untuk semua guru serta komunitas sekolah. Jika ini mampu kita komitmenkan di sekolah, kemudian masyarakat memberikan support, kami yakin bahwa generasi yang lahir nantinya adalah genarasi jujur dan terhormat.

1 komentar:

  1. tujuan pendidikan karakter adalah demi perbaikan moral, mengingat akhir-akhir ini moral semakin tak ada lagi dimiliki oleh para siswa, walau setinggi apapun ilmu yang diperoleh tanpa dibarengi dengan moral yang baik adalah tetap sia-sia dimata Allah Azza wazalla

    BalasHapus

Terima kasih komentarnya

SISWA/I BERPRESTASI SEMESTER GANJIL T.P 2011-2012

Peringatan Hari PGRI 25 Nopember 2011

Kunjungan Bupati Tapanuli Selatan

PROFIL 1